Kejagung mengatakan penetapan tersangka mantan Mendag Thomas Trikasih Lembong, juga dikenal sebagai Tom Lembong, adalah bagian dari penegakan hukum. Itu menanggapi asumsi publik bahwa ada politisasi.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyatakan, “Sekali lagi saya nyatakan bahwa di sini tidak ada politisasi hukum, tetapi murni penegakan hukum. Bahwa terhadap penegakan hukum yang represif tentu harus dimaknai terhadap pemenuhan adanya bukti permulaan yang cukup”, di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (30/10/2024).
Dia menyatakan bahwa hasil dua alat bukti setidaknya diperlukan untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Harli menjelaskan, “Itu supaya jelas ya, karena ada pertanyaan, “lalu, rekan media, kenapa harus sekarang?” Nah, memang saya sampaikan bahwa penyidikan ini telah dimulai sejak Oktober 2023.”
Hasilnya, dalam waktu satu tahun, penyidik mempelajari keterangan sembilan puluh saksi dan bukti tambahan. Sampai penyidik dapat membuat kesimpulan bahwa ada bukti awal yang cukup, bukti sekecil apa pun yang berkaitan dengan kasus yang sedang diperdebatkan dievaluasi dan digabungkan satu sama lain.
Namun, setiap cara menangani masalah memiliki karakteristiknya sendiri. Tidak ada cara untuk menyamakan satu hal dengan yang lain. Harli menyatakan bahwa penyidik mengalami tingkat kesulitan tertentu.
Kejaksaan Agung resmi menetapkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL), juga dikenal sebagai Tom Lembong, sebagai tersangka dalam kasus korupsi impor gula yang terjadi di Kementerian Perdagangan dari tahun 2015 hingga 2023. Dia kemudian ditahan selama dua puluh hari.
Menurut pantauan Liputan6.com pada Selasa (29/10/2024), Tom Lembong, yang memiliki tangan diborgol dan mengenakan rompi tahanan merah muda, dibawa ke mobil tahanan sekitar pukul 20.57 WIB.
Dia memberi tahu awak media bahwa dia akan menyerahkan semua tanggung jawab atas peristiwa yang menimpanya kepada Tuhan.
Di Kejagung, Jakarta Selatan, Thomas Lembong berkata, “Kita serahkan semua pada Tuhan Yang Maha Kuasa.”
Menurut Abdul Qohar, Dirdik Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, CS, yang bertugas sebagai Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), adalah tersangka tambahan dalam kasus tersebut.
Qohar menyatakan bahwa importasi gula yang melanggar undang-undang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp400 miliar.
Kronologi Penetapan Tersangka Korupsi Impor Gula Tom Lembong
Kejaksaan Agung menetapkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL), juga dikenal sebagai Tom Lembong, sebagai tersangka dalam kasus korupsi komoditas gula di Kementerian Perdagangan dari tahun 2015 hingga 2023.
Hasil dari dua sumber bukti yang cukup membuat Tom Lembong dinaikkan dari saksi menjadi tersangka.
Di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024), Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar menyatakan, “Adapun kasus tersebut sebagai berikut, berdasarkan rapat koordinasi antar kementerian, tepatnya pada 12 Mei 2015, telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula pada tahun 2015 sehingga tidak perlu atau tidak membutuhkan impor gula.”
Meskipun demikian, Qohar menyatakan bahwa pada tahun 2015, Menteri Perdagangan Tom Lembong memberikan izin impor 105 ribu ton gula kristal mentah kepada PT AP. Gula kristal mentah ini kemudian diproses menjadi gula kristal putih, atau GKP.
Dia menjelaskan bahwa, berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 527 Tahun 2004, impor gula kristal putih diizinkan untuk dilakukan oleh BUMN. Namun, impor gula kristal mentah tersebut dilakukan oleh PT AP berdasarkan persetujuan impor yang dikeluarkan oleh tersangka TTL. Impor gula kristal mentah tersebut juga dilakukan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian yang mengetahui kebutuhan gula riil di dalam negeri.
Selanjutnya, pada 28 Desember 2015, rapat koordinasi di bidang perekonomian dihadiri oleh kementerian di bawah Menko Perekonomian. Salah satu isu yang dibahas adalah kekurangan gula kristal putih Indonesia sebanyak 200 ribu ton pada 2016.
Qohar menyatakan bahwa tersangka CS, yang bertindak sebagai Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, memerintahkan staf senior manager bahan pokok PT PPI atas nama P untuk mengadakan pertemuan dengan delapan perusahaan gula swasta pada bulan November hingga Desember 2015 dalam upaya stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.
Qohar menambahkan, “Padahal gula kristal putih seharusnya diimpor secara langsung untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga, dan hanya BUMN yang dapat melakukannya.”
Selain itu, hanya delapan perusahaan swasta yang mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih memiliki izin produsen gula kristal yang dimaksudkan untuk digunakan dalam industri makanan, minuman, dan farmasi.
Setelah kedelapan perusahaan mengimpor dan mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih, PT PPI tampaknya membeli gula tersebut. Meskipun demikian, delapan perusahaan swasta menjual gula ke pasar melalui distributor yang terafiliasi dengan mereka. Qohar menyatakan bahwa tidak ada operasi pasar dan harganya lebih tinggi dari HET (Harga Eceran Terendah) Rp13 ribu per kilogram.